Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Kamis, 25 November 2010

Tertidur senikmat lama.. tapi enggak lama…

satu jam saja!

__________________***___________________

Berisik suara plastik bercampur suara sobekan kertas mengusik indraku yang masih terkapar. Dengan sangat terpaksa, aku bangun, terbangun tepatnya!. Mulanya duduk, lalu berpikir sejenak, menggabungkan pecahan-pecahan ingatan tentang kejadian semalam hingga semua terakomodasi lagi dalam meilin – meilin dendritik otakku. Siaga, waspada, dan cekatan kembali merasuki ragaku. Langsung keluar dari kamar itu, di luar sudah terpampang tenda megah seperti tenda tentara, penuh dengan orang dan alat – alat dapur di dalamnya.

Di koridor bagunan tempat aku tidur, kutemukan biang keladi pengusik indraku, mereka dikumpulkan dalam meja yang entah darimana datangnya, dikerumui para orang dan dimasukkan satu persatu dalam plastik. Dialah snack !!!

Pelan - pelan aku mengamati, semua orang sibuk dengan aktivitas yang mungkin tanpa disadari, semrawut, bingung!Harus ngapain dan bagaimana? nampak sekali, mereka tak tahu kerja namun harus bekerja, tepatnya mengerjakan apa yang bisa dikerjakan.

Acak teracak semua, acak – acakan!

__________________***_____________________

Setelah mataku bereksplorasi, beradaptasi, dan berinteraksi, akhirnya aku menemukan satu orang, wanita, yang nampaknya menjadi otak dari semuanya. Duduk di pojokan tenda, sambil berteriak mengatur lainnya, teriakannya nampak seperti mengatur, namun tak mampu menguasai kepanikan dan emosinya, hingga akhirnya orang yang pertama kali melihat gelagatnya akan menyimpulkan dia itu lagi membentak, dan marah. Saat itu aku masih terpaku, dan pakuan ku lepas akibat bau nafas mulutku. Ku putuskan untuk gosok gigi sekalian mandi terlebih dulu.

Wanita itu dalam pengejawantahan karya otakku, disebut “Si Mandor”.

Tak perlu aku bercerita tentang aktifitas mandi. Kali ini mandiku masih tetap sama dengan mandi – mandi yang lalu, mandi bebek. Setelah mandi, cekatanku bekerja, membantu mereka membungkus snack. Pelajaran pertama di hari pertamaku jadi relawan; untuk membungkus snack, dibutuhkan sistem one people one work agar lebih cepat selesainya. Dari sini, aku mengenal empat kawan, namun satu yang tercantel namanya di otak, Belinda.

Belinda….

Tinggi, berjilbab, dan hitam berkacamata. Manis? bolehlah aku katakan dalam tulisan ini. Selebihnya, belum mampu aku difinisikan lagi saat itu, namun dalam perjalanan perjuangan, satu – satu akan terdifinisikan tingkah dan wataknya.

--------------------------***---------------------------------

Kita mulai tertawa dan bercerita. Tangan kami? tetap bekerja. Usai sudah snack terbungkus, Tujuh Kardus terpenuhi snack, dengan jumlah total dua ribu. Si mandor mendatangi kami. Tak bisa tersenyumkah dia?batinku. She said with indonesian langue, “saya butuh 4 orang untuk menjadi penanggung jawab dapur umum, pertama koordinator gudang, tugasnya paling berat, siapa yang bersedia?”. Sejenak diam semua, tapi cekatanku melawan, langsung terlontar kata bisa dari mulutku. Si mandor pun mewanti – wanti, kerja nya berat. Dia menjelaskan kerjaku, mencatat barang keluar masuk, namun tak memberikan teknis bagaimana aku bekerja. Nama dan No HP ku telah tercatat di kertasnya, sebagai bukti bahwa jabatan baru telah di emban. Sejak saat itu, panggilanku bukan lagi andy, tapi Gudang gudang!!!!. Aku tak menyimak siapa tiga orang lainnya dan apa saja tugasnya, karena aku langsung diinstruksikan untuk menstock nasi bungkus di koridor, bekerja tanpa ada kesempatan bertanya, gambaran secara rinci bagaimana cara kerjanya. Ironis!

Kebingungan!!!

Nasi bungkus datang bertubi – tubi. Setiap datang, berwadahkan trash bag maupun kardus, puluhan sampai ratusan, dan harus di hitung!!!. I need partner!!!! Di sini aku mengenal kata , relawan. Aku memohon tolong kepada teman – teman yang ada disekitar untuk menghitung. sementara aku mencatat, dan mencarikan tempat untuk menampung. Mulai saat itu juga, secara resmi, kamar tidurku berubah menjadi gudang nasi bungkus, tepatnya diresmikan seperti ini, UKM PERISAI DIRI telah berubah fungsi menjadi gudang NASBUNG, tertanda penguasa ruangan perisai diri, Andy Eko Wibowo.

Tercatat sampai pukul sepuluh siang, telah ada dua ribu tiga ratus lima puluh nasi bungkus. Penuh sekali GUDANG NASBUNG untuk menampungnya. Aku membutuhkan perluasan area, secara cepat UKM Merpati putih juga berubah fungsi menjadi Gudang NASBUNG Dua. Tak ada peresmian kali ini, hanya saja memohon ijin kepada sang penguasa ruangan yang notabenya sama saja seperti aku, jadi relawan.

Aku tak peduli dengan siapa saja orang - orang yang ada di dalam tenda dan apa yang mereka kerjakan. Semakin lama Kebingunganku bertambah. Ternyata tak hanya Nasbung yang datang di gudangku, macam – macam sembako ikut masuk, gula, teh, beras, telur berkrak – krak, bumbu – bumbu dapur, kecap, buah – buahan, bermacam – macam snack, dan semua barang yang berhubungan dengan perut manusia, masuk semua ke gudangku. Catatanku kacau, tak mampu ku perbaiki, karena awalnya hanyalah nasbung saja yang tercatat. Banyak catatan yang hilang, tercecer, dan tak tertata. Satu kata untuk kekacauan ini, Jan Coooek…..!!!!!

Perluasan area gudang kembali terjadi, kini UKM Inkai aku ubah menjadi Gudang Penyimpanan bahan – bahan non Nasbung. Meskipun demikian tak semua tertampung di dalamnya, Lima karung beras, tiga krak telur, berbuntel – buntel tempe, dan bahan sayur – mayur masih menongkrong di koridor. Bukan karena tak tertampung, tapi tak punya keinginan memasukkannya. Lebih tepatnya tak punya waktu untuk urusan ini. karena urusan nasbung masih menyibukkan tenaga kami sehingga tak sempat terpikir untuk memasukkannya. Bagaimana dengan catatan jumlahnya selain nasbung??

Asu!!! Jika ada orang yang masih sempat –sempatnya mencatat keberadaaan semua barang – barang yang ada di koridor, sementara kesibukan pekerjaan tak selesai – selesai. Namun lebih tak berperi keasuan lagi, jika pada akhirnya ada orang yang hanya bisa memarah – marahin semua yang telah aku kerjakan, meskipun kerjaku tak beres. Hal ini akan terjadi nanti, dan membuatku benar – benar jatuh mental.

Sekitar jam sebelasan, si mandor datang menghampiriku. Dia bertanya padaku,“ Berapa nasi bungkus yang ada di gudang?”. Ku buka catatanku, karena hitunganku masih ada yang belum aku total, maksudnya masih dalam jumlah barang per tiap masuk gudang, maka aku harus menghitungnya. Agak menyentak, “Cepetan!!!ini kondisi darurat, klo kamu lemot kaya gini, kapan selesainya!!!”. Diam tak ku tanggapi, justru sentakkannya memperlambat hitungan. “Tiga ribu dua ratus lima puluh nasi bungkus!” jawabanku meskipun belum selesai. “Berapa yang cepat basi, dan berapa yang bisa bertahan lama?”. “ G aku pisahin!!!”. “Sekarang kamu pisahin!” perintah si mandor sambil berbalik menuju tenda hijau yang kini aku tahu bahwa itu adalah dapur umum pengungsian.

Shock, dongkol di perintah seenaknya, namun tetap saja bercampur dengan rasa ingin mengerahkan tenaga untuk meringankan penderitaan pengungsi. Untung saja, banyak teman – teman yang masih ada disini membantuku, meskipun banyak dari mereka yang belum aku kenal. Aku berusaha mengerahkan mereka namun dengan caraku. Sebisa mungkin bukan perintah yang aku keluarkan, tapi memohon bantuan! Namun akhir – akhir ini aku sadari, terkadang nadaku, kepanikanku menimbulkan seruan lebih condong ke perintah daripada memohon tolong. Maafkan aku ya teman – teman!!

Setengah jam kemudian, kami mampu menyelesaikan tugas dari Si Mandor, dua ribu empat ratus tujuh puluh lima bungkus yang diperkirakan akan basi jika tidak dimakan siang ini. Sisanya bisa bertahan sampai malam. Segera aku berlari menuju white board yang tersedia di dalam tenda, Aku tuliskan di white board:

Nasi bungkus basi : 2475 bungkus

Nasi bungkus bertahan : 1775 bungkus

Setelah itu aku kembali ke UKM alias gudang, atas inisiatif sendiri, aku pisahkan nasi yang belum basi ke UKM Merpati putih dan nasi yang akan basi tetap di UKM PERISAI DIRI. “ Gudang, gudang!!!!!!gudang kesini!!!!” Teriakan keras, lantang, sedikit tempramen dari dalam tenda, siapa lagi kalo bukan si Mandor. “segera aku berlari & terburu - buru menuju tenda,”Iya?”. “Berapa nasi yang basi?”. Aku menjawab “ G ada!”. “lha terus, itu!yang kamu tulis?” sambil menunjuk white board. “. langsung saja, dia nyrocos, “klo nulis yang bener, klo kamu nulisnya kaya gini, bikin aku panik, kerja yang bener dong!”. “Sori mbak!!sori!!” aku berusaha meminta maaf sambil berjalan ke arah white board dan menambahkan kata hampir ditengah kata bungkus dan basi. Sekarang kamu suruh anak buahmu !siapkan nasi bungkus untuk makan siang!”. Jlep..ANAK BUAH!!!!Sial banget, dia nganggep relawan anak buah, sekarang bener – bener tahu, dia memang mandor dadakan. Bukan karena suruhannya aku mau melakukannya, tapi karena aku masih punya keyakinan, tanpa adanya si mandor, semuanya akan lebih kacau. “Berapa mbak jumlahnya?”.Dengan nada kesal dia mulai berceracau memarahiku lagi, “kamu tadi ngeluarin snack berapa?, ya itu yang kamu keluarin!, cepetan, pengungsi sudah kelaparan, setelah selesai, kamu lapor ke aku, berapa nasi bungkus yang dikeluarin! dan kita kasih makan relawan!”. Ku lakukan perintahnya dengan dongkol dan penuh semangat, grundel dan macam – macam pisuhan dalam hati.

Selesai!

Ku berlari menghampiri si mandor. “Gudang!!!!kamu jangan lari – lari kaya gitu, buat semua orang panik!santai aja kenapa!!”. Anjrit….kayanya semua yang aku lakukan salah. “sori mbak, nasi buat pengungsi udah.Relawan belum. Berapa yang harus di keluarin dari gudang?”. “sebentar!”. sambil mengambil brik dari atas meja. Aku kembali ke gudang, karena saat aku tinggal, banyak kiriman nasi bungkus yang datang, bertambah ,dan terus bertambah. Agak keras dan terpancing emosi aku berkata kepada temen – temen “Sebentar temen – temen! sekarang aku minta dua orang buat ngecek dulu sebelum dimasukin ke gudang, nasi ini kira – kira basi g sampai malem, jika basi masukkan ke Merpati putih, klo G , masukin ke Perisai diri!, siapa yang mau?”. bingung saling menunggu!!

Aku mengubah cara mengerahkan teman! “kamu, kamu tugasnya ngecek nasi bungkus yang bau! lainnya masukin nasi bungkus setelah di cek!!”. mereka langsung kerja.

ternyata cara mengerahkan seperti ini lebih efektif.

Dari sini, aku mendapat Pelajaran tentang watak pekerja indonesia nantinya. Jangan memberikan kesempatan mereka untuk mengambil suatu tugas, karena mereka akan berpikir dan bimbang apakah harus diambil atau tidak, bingung!!!! tapi akan efektif jika langsung menugasi mereka.

Jiwa demokrasi nampaknya lebih sulit tertanam pada segenap jiwa mereka, karena mungkin pola pikir kita sudah tertanam akan kediktatoran pemimpin negeri ini selama bertahun – tahun hingga menurun ke generasi ku.

Akhirnya relawan pun terisi perutnya, kini tinggal kami, anak dapur umum yang belum makan. Saatnya makan!!!

Kami mengeluarkan makanan untuk kami, sesuai prosedur, tetap dihitung keluar dari gudang. Kami bagikan ke anak – anak gudang terlebih dahulu, setelah itu kami bagikan ke anak – anak tenda dapur. Suara teriakan memanggil dari si mandor kembali terdengar.”Gudaaaannnggg….!!!Gudaaaangggg….!!!”. Berjalan cepat aku menuju tenda, belum sampai aku masuk ke tenda, udah disemprot plus tatapan sinisnya, “siapa yang suruh bagikan makanan ke kita?kamu klo belum aku instruksikan jangan seenaknya, bisa kacau nanti!!”. Kali ini aku membela sedikit emosi, “Kita juga laper mbak!!tugas udah selesai, kasihan mereka, klo juga belum makan!”.”siapa bilang tugas udah selesai?”, nadanya lebih tinggi dariku, semua orang di dapur melihat kami, mereka terbengong – bengong, diam menghentikan semua aktifitasnya. Aku sadar akan emosiku, aku turunkan nada, aku rendahkan, aku bicara halus.”mbak,,,,iya, memang tugas aku g tau selesai belum, tapi ini sudah jam satu lebih, kita makan dulu yuk..kasihan temen – temen…!, saran aja mbak, aku akan slalu bantu mbak, apapun kondisinya, tapi nadanya di haluskan sedikit ya, itu mempengaruhi kinerja.!!”. Dalam hati, aku berkeyakinan bahwa maksud dia juga baik, semua yang dia lakukan, demi berjalannya kelangsungan pengungsi. Hanya saja, mungkin? jiwa kepemimpinan belum termanagemen dengan baik dalam dirinya, tapi aku yakin, tanpa dia, tak tahu apa yang terjadi. Dia diam, agak malu mungkin, “ ya udah, kita makan dulu, habis makan kamu kesini, laporan ke aku berapa jumlah nasbung yang tersisa!!”. suasana slow. Jika difilmkan, mungkin aku akan berbalik membelakangi dia, dengan semilir angin mengibas – ngibaskan rambutku saat keluar dari tenda menuju gudang, dan daun daun atau apapun yang bisa terkena angin disana berterbangan.

Makan pun serasa enak, meskipun dibawah tekanan, bukan tekanan si mandor, tapi tekanan melihat kenyataan bahwa merapi saat itu murka. Tanggung jawab kami!!! memberi makan seribu empat ratus pengungsi dan empat ratus relawan tiap harinya.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

jangan sampai sang ,mandor membaca....hahahhahahahhaa

itheng mengatakan...

siap bos...laksanakan!tapi g tau, hehehe