Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Sabtu, 05 November 2011
Kali ini…perihal pemikiran ini, ku sampaikan kepada seorang sahabat…sahabat yang kini, aku dan dirinya berjuang bersama – sama, dengan bingkai sebuah hal yang indah di masa depan……Ledok Timoho….
Kawan……engkau seorang dokter, calon dokter tepatnya….
kawan……aku seorang apoteker, calon apoteker tepatnya…..
kawan…..sungguh…aku sangat bahagia, sebelum mengabdi pada duniaku, dunia profesiku…aku  di beri kesempatan untuk mengenalmu secara pribadi…., mengenal seorang sosok yang nantinya kita akan mengabdi dalam hal yang sama, yakni dunia kesehatan...
Taukah engkau kawan,
bahwa dalam dunia keprofesianku, ada sebuah masalah yang sangat menarik tentang peran apoteker, dimana kami belum ada artinya di mata masyarakat, bahkan menurut kami, di mata dokter sekalipun. Sebelum aku mengenalmu, aku mencari, dimana kesalahan seorang apoteker, tidak aku temukan atau tepatnya tidak aku pahami secara sanubari. Secara nyata, setelah aku mengenalmu, baik secara pribadi, maupun secara perjuanganmu menempuh gelar dokter, aku pun tahu, apa penyebabnya. Aku menemukan hal yang sangat nyata, yang memberikan sebuah kesenjangan di antara kita, dalam praktek kesehatan, terutama di Indonesia. Untuk itulah, sesungguhnya, aku disini ingin sekali memohon maaf….maafkan kami, yang belum bisa berkontribusi secara besar, mengabdi seperti pengabdianmu…..
Engkau bingung kawan…mengapa aku meminta maaf?
Akan aku jelaskan kawan…..

Aku, seorang calon apoteker biasa……
dan bagiku, aku anggap engkau, juga seorang calon dokter biasa…
namun ternyata, dari hal yang biasa ini, nampak sebuah perbedaan yang sangat besar dalam bingkai pengabdian…..
maafkan aku kawan…..
untuk waktumu dimana engkau berjuang dalam 1, 5 tahun menjalani masa ke profesianmu, kemanapun 1,5 tahun itu? engkau selalu berada dalam fase – fase yang harus benar – benar butuh ketekunan di lapangan, benar – benar terjun di lapangan. Sedangkan aku, hanya dalam 1 tahun menjalaninya, itupun, hanya 6 bulan  menjalani masa terjun ke lapangan, dan hanya 1-2 bulan  belajar pelayanan kepada masyarakat. Sungguh, maafkan aku, dari sini aku melihat, perjuanganku belum ada artinya daripada perjuanganmu.
maafkan aku pula kawan….
setelah masa ini, di mana waktuku dan waktumu mengambil sumpah…aku dan kawan – kawanku, telah bebas mampu memilih pekerjaan – pekerjaan yang menanti kami, dan bagi kami, para apoteker yang biasa – biasa saja, tentunya pekerjaan yang jauh dari pembangunan negeri ini, jauh dari pengabdian masyarakat lah yang secara nyata kami pilih, padahal sesungguhnya pemikiran muda , cerdas, kreativ, inovatif, dan revolusioner ada dalam otak – otak idealisme kami, untuk membangun negeri ini. pikiran  itu, saat ini masih tertanam di dalam hati kami, namun aku punya sedikit keraguan, apabila kami telah masuk dalam dunia kerja, dan tak terimplementasikan, maka tiada pupuk, dan terpendam di dalam target – target bisnis industri, maupun dunia kerja kami, bibit – bibit pemikiran muda, cerdas, kreativ, inovait dan revolusioner pun hilang. Sedangkan engkau kawan….engkau jelas memiliki peluang untuk mengabdi secara langsung, mengimplementasikan segala pemikiranmu, memberikan perubahan di dalam masyarakat yang “belum maju” melalui PTT. Selama dua tahun kawan, kalian di tuntut untuk mengabdi. Mengabdikan diri, membuat sebuah perubahan, bukan saja di dunia kesehatan kawan, namun di lingkungan tempat hidupmu tersebut. Aku yakin, dalam dua tahun itu, engkau mengalami kesulitan – kesulitan yang sangat di butuhkan ke istiqomahan dalam menyelesaikannya. Padahal engkau tahu dan terkadang mengeluh bahwa “tenaga kesehatan bukankah tidak hanya aku, ada apoteker yang seharusnya ikut menemaniku, dialah yang menjamin obat dan tahu tentang obat!!!!, sedangkan tugasku, cukup dengan mengetahui jenis penyakitnya. Sedangkan untuk obat, aku butuh teman berpikir, berdiskusi, hingga memutuskan obat apa yang harus aku ambil!”. Di mana temanku itu? aku ditinggal seorang diri, di tempat yang belum pernah aku kenal”. 
Aku berpikir, dari sudut pandangku, mungkin inilah yang menyebabkan keprofesian apoteker, belum bisa mengimbangi keprofesian dokter, karena kami, meninggalkanmu seorang diri untuk mengabdi, yagn sesungguhnya tempat mengabdi itu, juga harus ada aku, seorang apoteker. seharusnya, kita berdua, membangun daerah daerah tertinggal di Indonesia. Untuk itulah kawan, secara pribadi, aku memohon maaf.
Dari pertemananku denganmu inilah kawan…..aku punya rencana besar, sebuah rencana yang pasti banyak di tentang oleh keprofesianku sendiri. Aku sangat ingin menempatkan sebuah sistem seperti dalam dunia kedokteran .
Untuk sistem keprofesian selama 1, 5 tahun, ternyata para seniorku telah memikirkannya, dan 3 tahun kedepan, adik adikku telah merasakan sebuah sistem yang sangat standar, sama seperti sistem keprofesianmu. Namun, aku belum tahu, apakah mengabdi selama 2 tahun di pelosok atau daerah daerah yang butuh pendidikan sudah ada yang mencetuskan. Mungkin rencanaku banyak ditentang oleh keprofesianku, namun apabila kita buat menjadi sebuah panggilan hati, rasanya aku yakin  ada yang berminat? (jika UGM tidak ada yang berminat, maka seluruh farmasis se indonesia lainnya, entahlah!)
Oh iya, kawan….ingat bukan, aku pernah bertanya terhadap diirimu, apakah bisa menentukan lokasi PTT? jika memang bisa, mengapa engkau tidak bekerja membangun negeri bersama para pengajar muda di Indonesia mengajar, bukankah kita sudah mulai bekerja sama dengan mereka sekarang dalam bingkai KOPI. Atau, yang mungkin diperlukan adalah, sebuah sistem pelatihan, sehingga para dokter yang menjalankan PTT, mampu mendapatkan bingkai pengabdian lebih dari sekedar dokter, namun juga pembangun daerah, pengabdi lebih dari sekedar di bidang kesehatan. Lagi- lagi, ini adalah sebuah panggilan hati. Dan, aku yang ada di Jogja, akan mencoba membantu apa yang engkau butuhkan dalam pembangunanmu disana, baik dalam bingkai kesehatan, maupun bingkai pembangunan lainnya. Meskipun aku yakin, aku dan kawan – kawan di jogja tak ada artinya bagi mu. dan lagi – lagi, aku memohon maaf, aku hanya bisa ber ide – ide, sementara aku, tak ada kekuatan  mengabdi untuk daerah – daerah luas, sayap – sayap jelajah negeri Indonesia. (suatu saat, pada masanya, akan aku dapatkan itu kawan, aku yakin!!!).

sekali lagi, aku secara pribadi, dan aku secara gelar keprofesian, seorang calon apoteker, memohon maaf kepadamu….semoga engkau tetap percaya kepada mimpiku, suatu saat, keprofesian kita mampu berkolaborasi secara seimbang mengabdi kepada negeri, negeri Indonesia.

Untuk sahabatku, Krisna Dwi Purnomo Jati., S.Ked.

Sesungguhnya tulisan ini aku dedikasikan justru kepada para apoteker, dan adik adik farmasis. Semoga tersampaikan apa yang menjadi maksud dan tujuanku, . Ternyata kita ini, masih sangat kurang dalam pengabdian kepada masyarakat secara langsung. Sungguh, jika kita tidak belajar, dimulai dari sekarang, rasanya kita tak akan punya kesempatan nantinya, dan kita akan sulit mengejar ketertinggalan kita dari para dokter. Aku menyesal , terlambat menyadarinya, namun aku yakin, masih bisa kan, di ubah kata sesal itu menjadi sebuah obsesi.
Yogyakarta, 5 November 2011.

Andy Eko Wibowo, S.farm
*tulisan ini aku buat dari lubuk hati pribadi, melihat kenyataan yang ada, agar dapat di jadikan introspeksi pribadi. Apabila terdapat intitusi maupun beberapa personil yang tersinggung mohon di maafkan.


update tulisan,
kawan...ternyata, jiwa - jiwa pemuda - pemudi farmasis telah mulai nampak terpanggil dalam mewujudkan perubahan - perubahaan untuk mulai membantu para dokter, mungkin...sebentar lagi, akan ada pergerakkan yang besar dari kami,doakan ya...ini salah satu tulisan dari pemudi itu kawan,...

Time for us to take our role! ( Untuk para mahasiswi farmasi idaman, :p )

oleh Sekar Tyas Hutami pada 11 November 2011 jam 22:47
Mayoritas mahasiswa Farmasi cewek? Kenapa yaa? Apa karena menjadi seorang apoteker itu dibutuhkan ketelatenan yang memang biasanya cewek yang punya? Atau ada alasan lain? Tidak menjanjikan bagi para cowok mungkin? Gaji apoteker di apotek kecil, kecuali kita yang punya apotek. Industri? Hmm...menarik...gaji dan kecukupannya sangat menjanjikan. Mungkin juga karena itu mahasiswa cowok di Farmasi kebanyakan memilih fokus ke Industri? I don't know...
But, that's not the point of this note... :)Menindaklanjuti note saya yang sebelumnya dalam rangka sumpah pemuda, adakah di antara teman-teman dalam benaknya terbesit pemikiran bahwa kita ( baca:mahasiswi farmasi ) adalah peluang? Semua permasalahan yang menurut saya sangat complicated di bidang kefarmasian, membutuhkan para pejuang tangguh, sukarelawan militan pada proses perbaikannya.
Apoteker masih diragukan sisi kepeduliannya kepada kesehatan masyarakat oleh profesi kesehatan lain. Masih banyak orang yang memiliki paradigma bahwa apoteker itu ada di belakang bilik obat, meracik, lalu menyerahkan kepada pasien tanpa informasi apapun kecuali diminum 3 kali sehari sehabis makan. Sisi pengabdian ini, tidak akan menghasilkan banyak uang, tidak menjanjikan hidup berkecukupan atau bahkan mewah. Pernyataan menggelitik saya dengar dari seorang alumni FKK UGM, " Susah cari kerja dengan gaji yang menjanjikan untuk masa depan bagi orang2 klinik komunitas, tapi kamu kan cewek Mi, yaaa, gak akan terlalu mikirin hal itu lah. ". Sejak hari itu saya berpikir, " Iya ya, aku mau berkiprah di dunia klinik dan komunitas mah enteng2 aja, gak mikirin gaji kecil karena nafkah keluarga itu dari pihak suami. ".
Galz, did you get my point?
Yes! Cewek di Farmasi kan banyyyaaaak banget... Berarti sumber daya manusia yang bisa berkiprah di sisi pengabdian farmasis secara total banyak dong. Ini yang bakal mengangkat kedudukan farmasis di mata profesi kesehatan lain. Bahwa kita juga peduli, bahwa kita juga ingin berkontribusi untuk kesehatan masyarakat, tidak hanya memikirkan seberapa besar keuntungan industri dan kita sendiri.
Namun kembali lagi pada peraturan pemerintah no. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Ranah kita memang dari hulu ke hilir. Mulai dari produksi sampai menyampaikan pada pasien, semua ranah kita. Masing-masing punya hak memilih akan berkiprah dimana. Tetapi lihatlah Kawanku para srikandi Indonesia, karena kita tidak terlalu terikat untuk menafkahi keluarga, kita punya peluang untuk berkontribusi seidealis mungkin yang kita mau. Semaksimal mungkin yang kita bisa, dimanapun kita berada, dimanapun pilihan kita.
Maka melalui note ini, saya ingin mengajak para perempuan di Farmasi, untuk berkontribusi sejak mahasiswa! Banyak tempat, banyak media yang bisa kita manfaatkan untuk berkontribusi. Jangan sampai berhenti pada kuliah saja. Kuliah saja tidak cukup untuk mempersiapkan diri kita terjun ke masyarakat. Apoteker sedang diperjuangkan menjadi salah satu tenaga kesehatan strategis di kementrian kesehatan, oleh para senior kita. Bagaimana dengan kita yang katanya generasi muda? Jika permohonan itu diloloskan, tidak ada kata lain selain Maju dan Berjuang untuk memenuhi tuntutan zaman!

Nb : Mohon maaf kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung atas adanya note ini. Saya tidak bermaksud membeda-bedakan perempuan dan laki-laki. Note ini insya allah murni untuk berbagi semangat, :)

22.42, 11-11-11
Kamar kos salma

Sekar Tyas Hutami



7 komentar:

anonymous mengatakan...

bagus ndi, akhirnya ada yg sadar juga. tapi sungguh, aku gak ngerti harus menyalahkan siapa, ketika sistem yang berlaku pun belum bisa membuat seorang apoteker merata diseluruh negeri dan mengabdi di daerah2 terpencil tanpa harus keluar banyak dana (pendirian apotek), ketika aku cari LSM2 pun justru aku sama sekali gak ketemu yang cari apoteker, betapa sedihnya aku. .sedangkan 'ilmu kesehatan yang memasyarakat' sedikit sekali kita peroleh di kampus..

itheng mengatakan...

kenapa harus menyalahkan tis,...kita tinggal menyempurnakan yang sudah ada...dan kenapa kita harus mencari LSM, klo kita bisa membuat pergerakan sendiri..kita punya potensi yang tak terbatas, yakni semangat membangun negeri...

itheng mengatakan...

klo kita, memang sediikit tis, tapi FKK sungguh luar biasa kok tis....kita harus banyak belajar dengan anak fkk

ratih hardika mengatakan...

g banyak yg berpikir kyk km ndi..bahkan aq yg udah bekerja di pelayanan masyarakat pun kadang masih menyesali dan sangat berkeinginan kerja di pabrik obat!!baca tulisanmu ni aq jd sadar kalau pemikiranku salah,trnyata pelayanan masyarakat itu jauh lebih bermanfaat dan bisa memberikan kita kepuasan tersendiri..

itheng mengatakan...

@ratih hardika--wuh...berarti aku gila tih, karena g banyak yang berpikir kaya aku, hehe,,just kidding..
ayo tih...tetap semangat....ada kepuasan yang tidak bisa di bayar dengan uang..hehhee...

Anonim mengatakan...

lagi moco ndi aku tulisanmu iki..nek dipikir bener juga..profesi apoteker kok mau lulus cepet gaji gedhe..ga kepikiran aku ttg semangat luar biasa dari dokter untuk menempuh gelar profesinya..wajar jika apoteker belum begitu dikenal masyarakat..pengabdian dan aplikasi di lapangan kita masih kurang..semoga kita bisa memperbaiki sistem yg ada..yg di industri, yg dipelayanan, yg di akademik, yg di pembuat kebijakan..

Kosasih mengatakan...

Para dokter, fokus pada(PNS RS. Pemerintah, DEPKES,RS. Swasta. , Puskesmas, buka klinik) jiwa mereka sudah terpanggil untuk pelayanan kesehatan masyarakat. sedang Farmasis fokus terpecah : industri obat & makanan (QA-QC), apotek, RS. BPOM, medical rep. peneliti, dosen dan lain sebagainya. terlihat sekali secara kasat mata awam, dokter lebih dominan pelayanan kepada masyarakat. so tidak perlu lg merasa para dokter punya nilai lebih dan farmasis merasa kurang nilai, karena ranahnya sudah berbeda. Maju terus Farmasi Indonesia, dengan tersedianya Obat bermutu, berkualitas & terjangkau masyarakat, kalian telah membuktikan bahwa kalian ada dan dekat ditengah2 masyarakat.