Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Minggu, 30 Desember 2012

dear kawan…

akan aku ceritakan sebuah pemikiran yang mungkin dapat di jadikan sebuah renungan oleh kita semua. Parodi kehidupan, sebuah analogi.

Tentang” daerah yang tertinggal”!!! dan “daerah yang maju” atau tentang  “SDM terbelakang”, dan “SDM berkualitas”.

Seringkah kalian melihat ataupun membaca tentang daerah tertinggal ? dan seringkah juga kalian membaca atau melihat sebuah daerah maju ?sebuah daerah yang menjadi barometer kita selama ini,  bahkan sering kali kita menyimpulkan tentang daerah maju itu seperti yang berada  luar negeri, seperti singapura, jepang,  bahkan seribu negeri eropa.

Pastilah…!!!! saat terkadang kita melihat sebuah daerah tertinggal dimana belum ada listrik, penduduknya rata – rata buta huruf, rumah hanya berbilik bambu, mandi di sungai, belum terdapat alat komunikasi , televisi, radio, telepon gengam, apalagi internet;  pastilah!!! kita akan merasa miris. Bagi sebagian orang pemilik jiwa sosial, pastilah ingin melakukan sebuah pengabdian untuk sedikit memajukan daerah tersebut. Bagi pemilik rasa empati saat melihat televisi, relalah mereka untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk memajukan mereka. Bagi negeara yang peduli dengan daerah tersebut, pastilah akan mencoba memberikan layanan fasilitas yang merata seperti daerah daerah lainnya.

Pernahkah kalian mencoba untuk merasakan perasaan orang yang berada di daerah tertinggal ?

pejamkan mata kalian, gunakan perasaan kalian, sekarang!!! tanpa mengenal membaca dan menulis, kehidupan dalam hutan, tanpa televisi, tanpa kendaraan bermotor, tanpa alat komunikasi, serta tiada sumber informasi, ter isolir!!!.  Apa yang kalian rasa ? tersiksa ? mungkin ya…jika yang kalian bayangkan adalah kalian yang berada didaerah tersebut. Yang kalian gunakan adalah rasa dari kehidupan kalian yang ada disini di bawa ke daerah terisolasi. Keadaan yang serba ada saat zaman modern  seperti ini di tiadakan. maka kemungkinan, jiwa kita yang hidup di daerah terisolir tersebut akan bergolak.

coba kini  bayangkan, jika sedikitpun kita tidak pernah tahu apa itu handphone, tidak sedikitpun kita mengerti sepeda  motor, tidak satupun kita mengerti dunia luar, daerah luar, hanya tahu dunia itu daerah kita tinggal, dan tidak pernah tahu apa itu huruf A, B, C, , tidak pernah tahu bagaimana kota maju,  tidak pernah tahu ada alat alat canggih, dan akses pengetahuan kalian terbatas.  Hanya mampu melihat lingkungan sekitar, cara untuk hidup, dan menyambung hidup.

Apa kah mungkin  juga akan tersiksa ketika tinggal di daerah terpencil ?

aku mencoba merasakan, dan aku rasa tiada yang bergolak,  karena yang kita tahu ya , hanya daerah tersebut.

Selanjutnya, kita bayangkan, jika didaerah tertinggal itu, kemudian muncul pembaharuan media informasi selengkap – lengkapnya, sumber pengetahuan lengkap sangat, akses hal – hal yang berbau dengan dunia luar tersedia, dan orang yang tinggal didaerah tertinggal itu kemudian mampu melihat dunia luar ? Maka apa yang akan terjadi ?

Aku rasa, yang akan terjadi adalah penduduk didaerah tertinggal itu mulai akan bermimpi untuk meraih hal – hal yang diinginkannya, hasil dari  yang ia lihat di dunia luar. Apapun itu!!! SEmakin ia sering melihat apa yang diinginkannya, semakin kuat tekad untuk mendapatkannya ataupun mewujudkannya.

 

Di sinilah kemudian muncul sebuah kesenjangan, karena ada yang dibandingkan!!!

di sinilah kemudian muncul sebuah kemunduran, karena ada yang dinamakan kemajuan.

di sinilah kemudian muncul sebuah persaingan, daerah terpencil merupakan daerah yang miskin, dan daerah maju merupakan daerah yang kaya.

di sinilah kemudian muncul sebuah ketertinggalan.

Daerah yang terpencil yang kata daerah maju disebut daerah miskin, mulai menggeliat mengejar ketertinggalan. dan hingga akhirnya para manusia di daerah terpencil hanya mengejar dunia, dunia, dunia , dan dunia.. untuk mencoba menyamai apa yang ada di daerah maju.

mereka hanya ingin mencoba mengejar apa yang mereka lihat dari berbagai sumber informasi untuk menyamai dunia luar, …hingga pada akhirnya, ketentraman dalam hidup tak didapatkan, karena waktu mereka digunakan hanya mengejar, dan mengejar.

 

STOP!!!! SAMPAI SINI CERITANYA STOP!!!!

sekarang, kita akan bayangkan, semisal daerah tertinggal itu adalah hati kita,  dan  dunia di luar diri kita adalah daerah maju sedangkan panca indera kita adalah sumber informasi / pengetahuan.

jadi ada 3 variabel :

hati kita = daerah tertinggal

dunia di luar diri kita = daerah maju

panca indera = sumber informasi / pengetahuan

Jika kita terisolir dari sumber informasi/pengetahuan (sebelum kita lahir, atau saat masih dialam ruh) maka kita hanya memiliki hati  saja. Hati kita tidak akan memiliki keinginan selain sumber informasi yang telah dimiliki, semisal dulu sebelum lahir kita hanya diminta menyembah Allah, mendzikirkan Allah, dan karena  panca indera kita tidak  berfungsi untuk mengakses sumber informasi, maka kemungkinan yang akan kita lakukan hanyalah menyembah Allah dengan berdzikir kepadaNya, menyebut Nama Allah hingga kita benar – benar dekat dengan Allah, merasakan nikmatnya dekat dengan Tuhan, menikmati sebuah ketentraman. Hingga pada akhirnya, kita terlahir ke dunia ini, panca indera  mulai aktif, memberikan segala informasi tentang daerah maju, yakni dunia di luar diri kita, maka mulailah apa yang dinamakan berkompetisi. layaknya seperti daerah yang tertinggal.

Di sinilah kemudian muncul sebuah kesenjangan, karena ada yang dibandingkan!!!

di sinilah kemudian muncul sebuah kemunduran, karena ada yang dibandingkan, yakni daerah yang maju.

di sinilah kemudian muncul sebuah persaingan, daerah terpencil merupakan daerah yang miskin, dan daerah maju merupakan daerah yang kaya.

di sinilah kemudian muncul sebuah ketertinggalan, karena ada keinginan untuk meraih seperti apa yang ada di dunia luar.

dan disinilah muncul keinginan, karena ingin mengejar apa yang di lihatnya di dunia luar.

 

maka kemudian, kompetisilah yang bermain!!! dan kemudian, makin lama, hati kita (daerah tertinggal), lupa akan menyebut Nama Allah, karena hanya dunia yang di kejar. Makin lama, hati kita (daerah tertinggal), tersibukkan untuk mengejar Dunia, lupa menikmati kenikmatan yang dimiliki didaerah tertinggal, yakni dekat dengan Tuhannya..

mungkin inilah alasan mengapa saat sholat, seringkali kita tidak pernah merasakan khusu’!! karena panca indera kita selalu aktif, dan hati kita selalu tertaut oleh dunia luar. Tak pernah, dengan kesadaran kita mencoba untuk menonaktifkan panca indera, dan membawa hati kita untuk berada di daerah terpencil kita sendiri, untuk berkomunikasi kepada Tuhan.

 

Mungkin ini pula lah konsep dasar yang dimiliki orang – orang sufi tempo dulu, berperilaku zuhud, karena tidak akan ada habisnya mengejar dunia. Setiap terbuka satu pengetahuan dunia, maka seseorang akan berusaha meraih pengetahuan itu, dan setiap teraih pengetahuan itu, maka orang akan membuka banyak pengetahuan dunia yang menimbulkan keinginan untuk meraihnya. Sementara seorang sufi kemungkinan paham! bahwa dunia tiada habisnya untuk di kejar, dan semakin mengejar dunia, maka hati nya akan tertutup dari jalur komunikasi kepada Tuhan. Untuk itulah, mereka lebih senang untuk menyendiri, mendengungkan dzikir dalam hatinya agar selalu terkoneksi kepada Tuhan, mersakan nikmatnya kedekatan dengan Tuhan.

Karena apa? Karena mereka sadar, satu langkah menikmati keindahan dunia, maka satu langkah pula kenikmatan dekat dengan Tuhan di daerah terpencilnya hilang. Meskipun demikian, Entahlah!! aku hanya menduga, berpikir, dan bertafakur….usai membaca kajian, “ Sufi itu sesat, mereka selalu menjauhi kenikmatan dunia”. Tapi aku merasa, pasti ada alasan yang sungguh dasyat sehingga mereka seperti itu, dan hanya mereka yang bisa merasakan, tanpa harus menanggapi tuduhan sesaat tersebut, tiada artinya, mengurangi kenikmatan dekat dengan Tuhan.

 

Itulah mungkin yang dirasakan oleh orang di daerah terpencil tanpa sumber akses informasi apapun. Mereka kemungkinan , hidup tentram dengan seperti itu. Bahkan, terkadang, saya berpikir, bahwa sesungguhnya informasi yang masuk ke daerah terpencil itulah yang akan merusak ketentraman mereka. Justru kita yang memperkenalkan segala sesuatu nya lah yang membuat mereka tidak tentram. Mengapa? Karena mereka kemudian memiliki keinginan “harus sama” dengan daerah diluar daerahnya yang telah maju. Karena keinginan “harus sama “ itulah kemudian mereka mencoba untuk bergerak, mengejar dunia!!!.

 

Yogyakarta, 30 Desember 2012

 

Andy Eko Wibowo

0 komentar: