Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Sabtu, 21 Mei 2011

17 agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita.

hari merdeka …

nusa dan bangsa

hari lahirnya bangsa indonesia….

merdeeeeeeeeeeeeeeeeeeeekaaaaaaaaaaaaaaa……

 

 

Itulah nyanyian para berandal – berandal Surau Al Manar di perjalanannya menuju Pendopo Kecamatan Galur untuk menyaksikan  malam pentas seni hari kemerdekaan.

Celoteh berandal – berandal  menyanyikan lagu karangan H. Mutahar terus menggema bersama laju kami. Kakak Kacang Ijo yang mendampingi kami pun hanya tersenyum simpul melihat tingkah kami. Wahyu dan Pietik yang berada di barisan depan menyanyi sambil berlagak militer melakukan  baris berbaris, seolah – olah kelompoknya adalah sebuah pleton paskibraka. Sementara aku tak peduli kepada mereka, lebih asik berteriak – teriak mengeras – ngeraskan nyayian yang setelah aku besar ternyata teman-teman menyebut klo nadaku itu, “do sama dengan re!”. hehehe..

Annisa, Adik yang tadinya jalan disampingku,usianya kira – kira baru 6 tahun,  tiba – tiba berhenti menyanyi dan berbalik sambil mengangkat kedua tangannya ke arah Kakak Kacang Ijo.”mbak…gendong!!!” merengek manja ke kakak kacang ijo. Mahadewi ini menghentikan langkah kakinya, kemudian berjongkok. Tersenyum ia kemudian mengecup kening Annisa. Si Annisa kini berada di pelukan Sang Mahadewi dan kembali melanjutkan nyanyiannya. Ada yang beda dalam nyanyian Annisa kali ini, Dari yang mulanya hanya teriak – teriak, kini Annisa mulai memperbaiki kata – katanya dengan mendengarkan syair yang di pandu oleh Kakak Kacang Ijo. Kedewasaan kakak ini sungguh nampak, mewujudkan keindahan gank kami, berandal berandal surau Al manar.

 

Eka Ayuthaya khanif putra….Malam ini, adalah malam yang hebat bagi kami,  bagi seluruh warga desa. Kami semua pasti akan berkumpul di pendopo kecamatan tanpa terkecuali. Hanya orang sombong dan maling yang nekat  tetap berada di dalam rumah. Ini adalah pertunjukkan dan hiburan akbar bagi kami, warga Kecamatan Galur.

 

Engkau tahu pentas seni itu ayuthaya? Bagi kami, Pentas seni ini adalah segalanya, disana lah segala kesenian dan kreativitas seluruh wilayah di kecamatan kami ditampilkan. Segala prestasi yang selama ini kami raih ditunjukkan. Di Pentas Seni inilah gengsi antar desa dipertaruhkan. Penampilan terbaik akan meningkatkan nilai kualitas desa. Karya – karya selama satu tahun ditunjukkan untuk memacu desa lain  agar selalu berkarya, baik itu karya sosial, seni, ekonomi, maupun pendidikan. Di Pentas seni inilah, motivasi kami warga desa terpacu untuk memajukan desa  selama satu tahun kedepan.

 

***

Dari kejauhan, pendopo dalam radius 100 meter telah nampak penuh dan sesak.  Benar- benar, pendopo adalah arena pertunjukkan yang menantang diri ini untuk berkata, “Esok tahun depan, akulah yang akan tampil disana!”. Kami, anak – anak surau Al – manar, enggan jika harus menyaksikan di belakang, maka kami mencoba mencari celah untuk berada di depan. Setelah berjuang “melipir – lipir”, akhirnya gerombolan kami bisa dapat tempat yang agak depan meskipun tak terdepan. Kami gelar tikar yang dibawa dari Surau. Kami mempersilahkan Kakak Kacang Ijo untuk duduk terlebih dahulu, kemudian yang wanita, dan setelah itu, terang saja, kami anak lelaki langsung berebut tempat untuk duduk dekat dengan Kakak Kacang Ijo. hehee…Itulah kami, Ayuthaya…kami anak lelaki, meskipun berandal, telah diajari oleh Kakak Kacang Ijo  menghormati wanita. Namun Kakak kacang Ijo gagal mengajari kami untuk saling menghormati sesama lelaki. Buktinya, kami masih saling berebut untuk duduk di tikar yang kosong, sehingga membikin gaduh sekitar. Tapi kami tetap saja tak peduli. Kali ini aku lah  yang kalah. Pietek yang gendut tetap saja memenuhi tikar sehingga aku tak  kebagian jatah duduk di Dekat Kakak kacang Ijo. Bagiku tak masalah, karena Kakak Kacang Ijo pernah berkata kepada kami, “pemimpin yang baik itu, mendahulukan kepentingan yang dipimpin, dan melayani yang dipimpin.!!!”. Aku pun sebelum duduk, menata sandal kawan – kawan agar diarahkan teratur menghadap keluar. Annisa, yang sejak tadi dipangkuan Kakak Kacang Ijo, berdiri dan mendekatiku untuk membantu.

Mahadewi itu Tersenyum indah dan manis dalam bawah temaram lampu panggung pendopo, melihat kami berdua menata sendal – sendal itu”

 

“senyum mahadewi itu adalah pelangi yang terlukis ditengah taburan bintang, meskipun malam”****

****

Acara di mulai dengan sambutan Bapak Camat. Kali ini,  pentas  sangat spesial bagi Kakak Kacang Ijo. Sangat spesial tentunya bagi dia. Karena apa??karena produk – produk sabun cuci piring, deterjen, odol, sabun mandi, pupuk cair organik, dan minyak goreng nya di launcing sebagai produk resmi kecamatan kami. Bayangkan, kini setiap desa mempunyai industri kecil sendiri untuk mencukupi kebutuhan warga desanya. Sungguh, ini adalah kebahagiaan bagi Kakak Kacang Ijo yang menjadi tulang pikir mereka.

 

Aku terngiang – ngiang kejadian lusa saat lelehan air mata membasuh pipinya. Galau memberikan tekanan yang begitu besar baginya. Namun, dia terus berjuang, dan akhirnya menemukan jalan. Jalan dimana seluruh warga membantunya, dengan cinta kasihnya kepada Kakak Kacang Ijo. Hingga akhirnya kini produk – produknya berbadan hukum koperasi, diberi nama koperasi ini, KOPERASI PRIMA.

Dear Diary….aku memang belum bekerja, namun jika mungkin, insyaallah akan kuciptakan lapangan kerja. Aku memang bukan orang yang berprestasi, namun jika mungkin, insyaallah akan kuciptakan anak – anak kecil ini yang pandai berprestasi. Aku memang bukan manusia yang berguna untuk negeri, namun jika munkin, insyaallah akan ku buat anak- anak ini menjadi berguna untuk negeri ini,

*****

Semua mata terpaku  melihat gemulai gerakkannya. Semua yang melihat akan terhenyak saat berpapasan dengan tatapannya.  Tunggulah beberapa saat, maka yang berpapas tatap akan segera tahu kualitas senyum  wajahnya.  Tulus tersenyum, meskipun  tak mengenal namanya, namun  akan selalu mengingat karismatiknya. Dengan kualitas tajam tatapannya, engkau tak perlu tahu siapa dia untuk mengenalnya sepanjang hidup.Hanya saja, setiap orang akan bertanya, siapa namanya??

Gadis penari Golek Asmaradana Kenyatinembe itu bernama wahyuni!!

Tarian yang menceritakan sebuah cerita tentang wanita saat menikmati masa cinta nya itu ia lakukan dengan sangat – sangat sempurna. Wajahnya tak begitu cantik, namun manisnya memberikan sentuhan ketulusan seorang wanita. Sayu, namun ada semangat dalam dirinya yang menandai dia bukanlah wanita biasa. Setiap gerakkannya nampak mampu membelah udara dengan sangat lembut, sangaat lembut. “Mendak ngleyek mapan” yang dilanjutkan dengan  “trisik” untuk membuat bentuk lingkaran, menunjukkan bahwa kakinya telah lama bersahabat dengan lantai panggung. Gerakan tangannya dari Nyempurit lalu ngiting yang di ikuti dengan tatapan matanya mengungkap jati diri akan kelembutan perangainya. Namun, diraut wajah gadis itu, terlihat betapa senyum indahnya, betapa segala gerakannya, betapa segala pola yang ia bentuk, menjurus kepada satu hal,  berperang melawan sesuatu!!

****

Annisa, yang semenjak tadi memperhatikan tarian  ditengah panggung, tak luput terpukaunya oleh penampilan tari tersebut. Namun, sungguh…sebuah kata tak terduga yang muncul dari bibir mungil nan cantik itu. Setengah bertanya kepada kakak kacang hijau ia nyeletuk, “bagus banget ya kak…Nisa ingin sekali bisa nari, tapi kenapa yang nari kok g nutup aurat kak? trus klo nisa bisa nari, nisa kan harus melepas jilbab? Dosa dong kak??”. Mendengar jawaban itu, Kakak Kacang Ijo terperangah, pandangannya melihat penari itu dan pikirannya terbawa ke waktu lalu, tepatnya seminggu lalu saat ia mendengarkan keluh kesah gadis penari hebat itu.

 

“kak…sungguh kak!!!Aku sangat sayang dengan menari, menari adalah hidupku, menari sudah membawaku bisa masuk SMP favorit, mengantarkan aku menjadi juara satu nasional! Membuka cakrawalaku tentang Indonesia. Tapi kenapa hati dan dienku harus memisahkan kita kak!!. Mungkin, esok adalah penampilan terakhirku kak, Ku sempurnakan hidupku dengan Jilbab!”.

 

Kakak Kacang Ijo hanya terdiam, tak berani menjawab. Ia tak rela jika harus memisahkan Wahyuni dengan tari, namun dia juga sadar sepenuhnya bahwa Inilah kewajiban yang harus di penuhi sebagai seorang gadis belia.

****

penari  itu berpentas melawan nuraninya.

****

Penari itu kini tak lagi berpentas.  Tak khayal lagi,kini dia berharap akan sebuah prestasi. Hai..bagaiaman bisa berprestasi jika hal yang paling dicintai jauh darinya?

penari itu merindukan hal yang sangat dicintainya. Ingin sekali, kembali berada di panggung arena. Ingin…dan ingin…rindu dan rindu…Namun taukah engkau kawan???kini hatinya hanya setengah berkata iya, tak seperti dulu yang ia rasa. kawan…seandainya engkau tahu…tak ada yang menjauhkan nya dari hal yang dicintainya…namun prinsip dari hatinya lah yang membuat jauh. Oh..kawan….jika engkau tahu…inilah yang namanya patah hati……Namun engkau harus tahu kawan, betapa indah hatinya!!!mengukir lebih dari kata cinta sebuah arti dien.Mencintai tak berarti memiliki bukan!!!

 

Namun tak berarti pula berhenti???

 

****

 

 

terinsipirasi di blog seorang sahabat lama yang kini bertemu lagi,(Restydwiwahyuni.wordpress.com)”

4 komentar:

Rinda mengatakan...

:) (tak bisa berkata-kata)

itheng mengatakan...

rinda-hahaha...hiperbolis banget...matur nuwun...berarti membisu....

Anonim mengatakan...

:) SUPER COOL..
mohon bimbingannya buat terus menulis ya suhu.. :D

prima mengatakan...

hmmm...bingung mw ngomong apa, mbayangin nyemburit, nyekithing...masih ingat istilah dulu...
mbak penari...semangat yo..smg dpt ganti "hobi" yg bisa lbh dicintai lagi....