Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Senin, 23 Mei 2011

Cinta ini terlalu dini, tabu bagi diriku dan dirimu.

cinta ini haram untuk saat ini, terlarang bagi diriku dan dirimu.

Namun aku manusia, dan engkau manusia….

maka maukah engkau menunggu.?

 

***

Panas terik bertabur bunga, berkata bahagia.

Itulah kata yang tepat pada beberapa hari yang lalu. Tak pelak lagi, keringat bercucuran, hitamku yang mengkilat tak ter elakkan. Meskipun demikian, ku bela – bela diri ini untuk tetap datang menghadiri sebuah ceremony yang begitu penting bagi ma’aratus sholi’ah itu. Ma’aratus sholi’ah yang bahkan sampai saat ini tak terucapkan sepatah kata pun kecuali melalui mulut sahabat dekatnya dan kesamaan perjuangan yang kami lalui. Jika ku teringat dan selalu ku ingat itu, interaksi kita hanya dengan satu kali tatapan, dan selanjutnya beralih pandang. Selalu saja begitu, dan selalu saja begitu. Namun aku tahu, dirimu pun tahu, begitulah cara kita berbicara, saling berkata, dan saling bercerita, hanya satu kali tatapan, dan beralih pandang.

Graha sabha permana, 19 Mei 2011, Disanalah ku bertanya – tanya kepada diriku, apa yang harus aku lakukan untuk memberikan sebuah satu kata selamat. Ingin ku bawakan bunga, namun ketika hati ini beradu dengan logika, apakah ini boleh?apakah ini tidak menimbulkan keengganan pada dirimu untuk menerimanya?dirimu terlalu suci untuk menerima hanya sekedar bunga. Setelah sekian minggu beradu, aku putuskan tak membawa apa – apa di graha sabha permana, hanya berharap kita beradu mata dan beralih pandang. Itu saja, itu saja bagiku telah cukup untuk mengucapkan selamat. Selamat! telah lebih dulu berhasil melalui ini daripada aku.

 

Terkadang aku sedikit ragu, apakah benar engkau di Graha sabha permana itu tanpa pendamping? Aku tak tahu, karena bahasaku hanyalah tatapan satu kali dan beralih tatap. Hingga dua hari sebelum seremoni aku mencoba untuk melupakanmu, karena ku takut dan pengecut untuk melihat kehadiran tak terduga yang ada nanti di Graha sabha permana.

 

Rasanya baru hari lalu aku mencoba melupakanmu. Namun semakin hari berlalu, hati ini pun tak mau tahu, bertalu – talu terpukul palu karena tak mampu untuk melupakanmu. Rasanya baru waktu yang lalu, aku memantapkan hati untuk meng- iklaskan-mu. Namun ternyata janji Tuhan selalu benar, hati ini tak mampu untuk konsisten.

 

 

Ku bertanya kepada Ibnu Hanzalah, apa yang harus aku lakukan? Beliau diam, dan diam.

Iklasku saat ini diuji, untuk merelakan seseorang yang bukan jodohku. Pertemuanku dengan sosok kharismatik di Masjid UIN  membuat hati ini menjadi lebih lagi merana, meskipun terkadang lega.

 

Akhir yang dinanti telah datang, ketakutan pun tiba. Meskipun hati ini telah melepas iklas, namun aku hanyalah manusia biasa, tak mampu untuk menahan hati yang menjerit terluka, melihat peristiwa nyata didepan kepala. Dia, dia ada di sana nampak menjadi penguasa sepenuhnya arena. Ternyata dia ada. Kali ini tak sedikitpun mataku berani menatapmu. Aku hanya melihatmu tersenyum, selanjutnya engkau mencoba mencari tatapan denganku (mungkin), namun aku telah menyerah!Tatapanku berada di lantai. Ku hanya diam, ketika engkau pergi,pergi diatur penguasa hari ini, penguasa arena di GrhaSabha Permana. Sungguh benar, keraguan itu harus ditinggalkan. Hatiku kini telah tahu dan mampu menatap “akhir yang telah dinanti” pun terasa lemas, teduh hingga mengkerucut namun belum jatuh air mata. Malam ketika acara telah lalu, beberapa waktu ketika ku sendiri, lama, lama sekali hingga akhirnya kuputuskan untuk memejamkan mata dengan tak terhentinya air yang ada dimata, sesugukan dan berkata, “siapa yang akan mengerti diriku selain dirimu, melalui perjuangan kita!!!”

 

Di tengah – tengah tangisku yang mampu membangkitkan sisi sensitif positifku, getar sms ku rasakan. Mungkin rasakan hal yang sama dari hatimu, mengingat peristiwa di hari – harimu saat waktu tadi kita tunggu – tunggu. Ternyata, benar!hatiku telah menyatu dengan hatimu hingga rasanya dirimu pun mampu merasakan diriku. Aku tahu, itu kau sengaja untuk mengirim bunyi pesan salah kirim, namun aku tahu, dirimu ingin memohon sesuatu kepadaku, “maafkan aku!”.

 

Tak ku pedulikan pesan itu, bukan karena ku tak mau, tapi karena ku ingin kau tahu, aku bertalau – talu  melawan kegalauan yang entah kenapa menghinggapi perasaan seseorang lelaki. Entah, kapan tangis ini akan terhenti, karena terkadang tangis ini bernyanyi, bernyanyi membuat arahku berbalik, tak tahu kapan akan berlari lagi. Mungkin kata – kata indah yang pernah aku ciptakan untukmu, kali ini tak mempan di hati seorang lelaki sepertiku.

 

“Teruslah berlari, jangan berhenti maupun terhenti. Berlarilah dengan kaki – kakimu sendiri”.

 

***

Setiap hati ini bertalu – talu, setiap diri ini merana, ingin ku cepat waktu ini berlalu. Sebagai penghibur diri, ku hanya bisa memandangi surat – surat yang kau sampaikan padaku hingga akhirnya engkau mengatakan kepadaku.

“aku bahagia pernah mengenal sosok seorang andy. yang buat aku lebih dewasa dalam berfikir, lebih mengerti arti hidup. aku bersyukur telah ditemukan dengan dirimu. skrang dihatiku hanya ada satu cinta yang ingin aku perkuat, cinta Allah. Selebihnya, cinta yang lain, ku letakkan digenggamanNya, agar ketika diambil, tidak melukai hatiku”

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

 

bisakah engkau bedakan sebuah cerita nyata atau maya??

1 komentar:

Anonim mengatakan...

bukankah dalam setiap kemayaannya terkandung sesuatu yang nyata....