Total Pengunjung Blog

Pengikut

Popular Posts

Minggu, 01 Mei 2011

afwan, seblmnya, aku mau tanya ke antum, knp andy belum melamar dia? pdhl dia sangat berharap utk dilamar!

pertanyaan itu membuat ku terhenyak, terpaku. Terpana dan bertanya kepada diri sendiri kenapa!

termenung diri ini, melihat kilas balik bahwa kenyataan yang ada telah membuatku untuk mengurungkan niat melamarnya dan mencari kesibukan – kesibukan agar mampu melupakan perasaan ini. Terkadang, perasaan ini selalu menyalahkan diri sendiri, namun segera saja kutepis karena aku yakin jodohku kelak adalah  termanis untukku yang diberikan oleh Allah. “kesabaran itu berbuah manis andy!!”, hiburan kepada diri sendiri.

***

Di bawah temaram Masjid Sunan Kalijaga, adzan magrib terdengung megah. Lantai marmer yang memendam segala energi dingin, mampu menusuk – nusuk kakiku saat bergontai melangkah kedalamnya. Tak urung niatku untuk menjalankan sholat magrib di sini dengan niat yang bulat, sebuah keindahan yang telah lama ku cari. Sesungguhnya, aku sampai ke UIN bukan tanpa maksud, namun aku memang sedang berjanji dengan seseorang ustad muda kharismatik dan ustad yang benar – benar aku kagumi selain ibnu hanzalah. Jika Ibnu Hanzalah bergerak dalam sebuah salafi yang sangat aku kagumi dalam management diri dan landasan – landasan pergerakkan hidup ini sangat tegas, maka ustad muda ini, aku kagumi karena pergerakkan tarbiyahnya, pergerakkan jihadnya untuk berjuang mendidik masyarakat marginal golongan bawah. Apabila ibnu hanzalah mengenalku karena ada seorang wanita yang ingin “disembuhkan oleh ku”, maka ustad muda ini ku kenal karena suatu kebetulan dimana saat itu, idealismeku terhadap sebuah kegiatan sosial mempertemukan kami. Dia pernah berkata kepadaku, dan dia pun mengkonsistenkan perkataannya. Dia pernah bercerita denganku, dan dia pun melakukan apa yang dia ceritakan. Dia memiliki mimpi yang besar, dan dia pun saat ini masih dalam proses meraihnya. Bagiku, dia bagaikan satrio pininget yang saat nanti akan menyelamatkan Indonesia mirip seperti yang diramalkan oleh  ronggowarsito.

“andy, untuk berjuang di negeri ini, kita harus punya visi yang kuat, visi yang kuatnya mampu menembus kematian, lebih kuat dari mati!!!”

Sekilas aku tak mengerti, namun aku ejawantahkan dalam logika otak kiri dan aku benar- benar menjadi seorang pengagumnya, yah..bisa dikatakan seorang pengagum rahasia.

“ketika visi kita kuat, dan ketika kita mampu berjuang secara keras untuk mengimplementasikan visi kita, maka saat kematian merenggut kita, maka perjuangan ini akan diteruskan, akan selalu ada penerus yang melanjutkan perjuangan kita.

sungguh….betapa mulianya ustad muda ini, sungguh betapa hebatnya konsistensinya dalam berjuang, menjadi pengajar muda dalam sebuah keterbatasan waktu. mengesampingkan kegiatan non produktif yang biasanya menghabiskan masa muda para pemuda dan berjuang untuk mengimplementasikan visi.

“dialah tauladanku, dan menurutku tauladan bagi orang – orang yang hanya banyak berbual dengan mengkritik pemerintahan tanpa pernah dia melakukan sesuatu paling tidak untuk lingkungan sekitarnya”

***

Pertemuan kali ini bukan untuk membahas pergerakkan sosial yang kita jalani bersama – sama. Namun lebih dalam ranah pribadi yang ini akan membawa sebuah kemaslahatan dirinya dan juga mungkin diri seorang wanita.

 

Salam sang imam mengakhiri magrib, sunnah pun ku jalankan. Semakin lama aku berdoa semakin lama hati ini bergetar, sungguh keringat dingin pun muncul di area sekujur tubuhku apabila aku melantunkan doa ini. Khitmat dan spesial doa ini kulantunkan, sungguh rasanya dibutuhkan sebuah kerelaan yang besar untuk berdoa seperti ini. Dibutuhkan sebuah kenyakinan akan kebesaran Allah swt untuk berdoa seperti ini. Rowatib pun, sungguh!!!Kaki ini tak kuasa untuk memijak, dia bergetar.

 

tetesan – tetesan air mata mengakhiri sunnahku, dan juga melegakan hatiku. Sudah saatnya aku mencari nya dan membicarakan hal ini.

***

Ku cari dia, dengan lambaian tangan ku lihat dia. Senyum, sapa, dan kharismatik menambah ketampanan wajahnya. Ramah menambah kekagumanku. Sejenak aku menghampirinya, dan seperti biasa, basa – basi kekanan kekiri mulai merasuk dalam dua pemuda, berjiwa sama, dan sedang menjalankan visi yang sama, bedanya aku belum mampu mengimbanginya. Jelas, keahlianku, mengatur bagiamana aku bisa menjadi pendengar yang baik, dan dia bisa berbicara dengan leluasa tentang segala hal yang ingin ia bicarakan. Saatnya aku masuk dengan memancingnya mengenai jodoh, dan itulah keahlianku.

 

“ustad, ku ingin membicarakan sebuah permintaan dariku kepadamu. permintaan yang menurutku sesuai dengan kondisi ustad saat ini”

masih dengan tersenyum menunjukkan keramahannya dia menyimak apa yang aku bicarakan.

“ustad, bersedia kah engkau melamar akhwat ini, aku rasa dia cocok denganmu ustad! Aku rasa dengan berbagai pertimbangan, kalian akan menjadi keluarga yang hebat dan mampu berjuang melanjutkan visi kita!. “

masih saja dengan tersenyum menunjukkan keramahannya, dia tetap menyimak apa yang aku bicarakan. Dia bertanya kepadaku, “kenapa bukan antum yang melamarnya???”

 

“aku hanya masih bisa puasa!!!”

 

 

****

 

image

 

cerita seri I,II,III dapat di baca disini

PostHeaderIcon Jika Istriku, al mar’atus sholihah I

 

PostHeaderIcon Fiksi, perjalananku -“Mar'atusshalihah Story II”

PostHeaderIcon Fiksi: Aku mulai mengenalnya -“Mar'atusshalihah Story III”

2 komentar:

fietha mengatakan...

loh ga jadi nikahnya ya ndi...hmmm...

itheng mengatakan...

lha kan cerito mbk...yo sak karep pe sing gawe