Total Pengunjung Blog

Arsip Blog

Pengikut

Popular Posts

Minggu, 25 September 2011
Chemical Modification and Biological Evaluation of New Semisynthetic Derivatives of
28,29-Didehydronystatin A1 (S44HP), a Genetically Engineered Antifungal Polyene Macrolide Antibiotic

Antimikroba adalah suatu senyawa yang dapat membunuh mikroorganisme. Terdapat berbagai macam penamaan fungsi atau daya membunuh mikroorganisme ini berdasarkan mekanisme, kandungan aktif atau mikroorganisme targetnya. Seperti antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan mikroorganisme atau eukariot, yang dapat membunuh mikroorganisme dan antifungi merupakan senyawa yang dapat membunuh sel jamur
Mekanisme kerja antibiotika dapat melalui beberapa cara :
· Menghambat sintesa dinding sel
Pada bakteri: menghambat sintesa peptidoglikan
Pada fungi : menghambat atau mengikat sintesa ergosterol
· Mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma
· Menghambat sintesa protein
· Menghambat sintesa asam nukleat
Penyakit infeksi jamur sistemik merupakan ancaman yang serius pada pasien penderitanya, dan ketersediaan obat-obat antibiotik untuk infeksi jamur sistemik masih sangat terbatas. Oleh karena itu pembahasan makalah ini akan dibatasi pada antijamur golongan makrolida polien yang merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan infeksi jamur sistemik.
Jamur yang menginfeksi manusia (mikosis) dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu mikosis sistemik, mikosis subkutan, mikosis kutan dan mikosis superficial.
Mikosis sistemik
Mikosis jenis ini terutama mempengaruhi organ internal dan visceral, tersebar secara luas dan melibatkan banyak jaringan yang berbeda. Yang termasuk mikosis sistemik antara lain :
ü Aspergilosis (Aspergilus fumingatus), anti jamur : amfoterisin B (i.v), 5-fluorositosin
ü Kandidiasis (Candida sp.), anti jamur : amfoterisis B (i.v), 5-fluorositosin (oral), nistatin (oral + setempat)
ü Histoplasmosis (Histoplasma capsulatum), antijamur :amfoterisin B (i.v), ketokonazol (oral)

Mikosis Subkutan
Mikosis subkutan adalah mikosis yang terdapat pada tulang, muka, kulit dan jaringan subkutan. Mikosis ini disebabkan oleh jamur yang masuk kekulit melalui pengotoran tanah, serpih atau duri yang cenderung terlokalisasi pada jaringan subkutan. Yang termasuk mikosis subkutan antara lain :
ü Kromomikosis (jamur dimorfi)
ü Maduromikosis (tak kurang dari 13 spesies jamur)
ü Sporotrikosis (Sporothrix schenkii)
Antijamur : amfoterisin B (i.v)

Mikosis Kutan
Mikosis kutan hanya menginfeksiepidermis, rambut dan kuku. Penyakitnya disebut dermatofitosis atau dermatomikosis. Berdasarkan daerah yang terkena infeksi, jamur dapat dibedakansebagai berikut :
ü Tinea pedis (pada kaki)
ü Tinea corporis (pada tubuh)
ü Tinea cruris (pada lipatan paha)
ü Tinea capitis (ketombe)
Antijamur amfoteirisin B (i.v), 5-florositosin (oral), nistatin (oral, setempat), mikonazol (setempat)

Mikosis Superfisial
Mikosis ini hanya menginfeksi rambut dan lapisan superfisial dari epidermis. Yang termasuk mikosis superficial adalah :
ü Black piedra (Piedraia hortai)
ü Tinea nigra (Cladosporium werneckii)
ü White piedra (Trichosporum cutaneum)
Antijamur : griseofulvin (oral), asam salisilat, asam benzoate, mikonazol dan klotrimazol.

Antibiotika Makrolida Polien
Antibiotik golongan makrolida polien adalah antibiotik untuk pengobatan infeksi jamur sistemik yang sudah diteliti selama lebih dari 50 tahun karena keamanan dan aktivitasnya sebagai antijamur spektrum luas. Contoh antibiotik golongan ini adalah Erythromycin, Azythromycin, Amphotericyn dan Nystatin (Gambar 1). Dua jenis terakhir banyak digunakan sebagai antijamur sistemik. Amfoterisin B (AmB) (Gambar 2) adalah antibiotik makrolida polien yang memiliki efek paling baik untuk pengobatan infeksi jamur sistemik (Nosanchuk, 2006). Akan tetapi penggunaannya dibatasi karena pertimbangan sifat nefrotoksik dan kelarutannya yang rendah.
Beberapa pendekatan telah digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Senyawa-senyawa analog makrolida polien baik semisintetik maupun bentuk rekayasa struktur telah dibuat selama 20 tahun terakhir dalam rangka mengurangi toksisitas dan meningkatkan kelarutannya. Salah satunya adalah bentuk analog heptena nystatin, 28,29-didehydonystatin A1 (1) (S44HP) (Gambar 3). Senyawa S44HP ini selanjutnya dimodifikasi strukturnya sehingga menghasilkan 23 senyawa turunan S44HP.
Nystain
clip_image002
(Gambar 1)
Diisolasi dari Streptomyces noursei, digunakan untuk pengobatan infeksi Candida sp pada kulit, membrane mukosa, saluran cerna dan vagina. Nistatin juga digunakan secara oral atau setempat untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Candida sp dan aspergillus sp
Amfoterisin B
clip_image004
(Gambar 2)
Diisolasi dari Streptomyces nodosus, efektif terhadap hampir semua mikosis sistemik termasuk kutan dan mukokutan candidiasis. Amfoterisin kurang efektif terhadap bakteri, virus atau protozoa. Penyerapan obat dalam saluran cerna sangat rendah. Amfoterisin juga bersifat nefrotoksis sehingga penggunaannya masih terbatas.
S44HP
clip_image006
(Gambar 3)
Penggunaan AmB dan nystatin masih terbatas karena sifat nefrotoksik dan kelarutan yang rendah didalam air. Efek merugikan yang muncul demam, menggigil dan mual. S44HP (28,29-didehydronystatin A1) merupakan analogue nystatin heptena yang disintesis melalui manipulasi genetik dari enzim nystatin polyketide synthase didalam bacterium stretomyces nourse. S44HP menunjukkan aktifitas antijamur yang lebih besar daripada nystatin A1, dan sama dengan AmB. Struktur S44HP sangat mirip dengan AmB, hanya berbeda pada letak gugus hidroksi pada Carbon nomer 7 sampai 10.
Mekanisme Aksi
Mekanisme kerja makrolida sebagai antibiotik adalah dengan memblok translokasi fase elongasi pada sintesa protein. Sedangkan pada jamur dapat bekerja dengan menghambat sintesa ergosterol pada dinding sel fungi sehingga mengalami kebocoran yang berpengaruh pada kematian sel jamur. Membran sel jamur terutama dengan adanya ergosterol (suatu komponen sterol yang sangat penting dan utama pada membran bakteri) sangat mudah diserang oleh antibiotika turunan polien. Panjang Molekul antibiotik polien molekul sama dengan lesitin, suatu komponen membran jamur, sementara sistem ikatan rangkap terkonjugasinya kurang lebih sama dengan molekul ergosterol. Bila kedua molekul diatas bertemu pada membran sel jamur, terjadi interaksi hidrofob dan sistem ikatan rangkap akan menggantikan interaksi fosfolipid (lycitin), akibatnya sintesis ergosterol terhambat. Kompleks polien, ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori, dan melalui pori tersebut konstituen ensensial sel jamur, seperti ion K, fosfat anorganik, asam karboksilat, asam amino, dan ester fosfat, bocor ke luar sehingga menyebabkan hambatan pertumbuhan dan kematian sel jamur.
Modifikasi Struktur
Pengembangan molekul dengan cara modifikasi pada carboxyl C16 dan aminogroup dari mycosamine jelas bukan dengan tujuan meningkatkan potensi senyawa derivate. Hal ini karena mekanisme interaksi yang muncul bukan dipengaruhi oleh Carboxyl C16 dan aminogroup dari mycosamine. Seperti diketahui bahwa mekanisme aksi dari senyawa ini terdapat pada gugus ikatan rangkap yang panjang dimana akan menggantikan ikatan memanjang dari fosfolipid (lycitin), dan berinteraksi hidrofobik dengan senyawa ergosterol. Modifikasi pada carboxyl C16 dan aminogroup dari mycosamine bertujuan untuk menurunkan toksisitas dan meningkatkan kelarutan senyawa.
Dalam mensintesis ke 23 senyawa turunan S44HP tersebut terdapat 5 tipe reaksi, yakni :
1. Amidasi pada Karboxyl C16 menghasilkan senyawa 2 sampai 16
2. Reductive alkylation dari amino group menghasilkan senyawa 17 sampai 20
3. Reaksi penataan ulang amadori (Amadori Rearagement) dari N-glycosylderivatives menghasilkan senyawa 21-23
4. N-aminoacylation menghasilkan senyawa 24.
clip_image008
(Skema 1) Sintesis senyawa-senyawa turunan S44HP.
clip_image009
Tabel 1. Data fisika-kimia senyawa-senyawa turunan S44HP.
Evaluasi Aktivitas
Setelah dilakukan sintesis yang menghasilkan 23 senyawa analog S44HP, dilakukan uji aktifitas antijamur yang dibandingkan dengan AmB dan S44HP terhadap dua strain dari yeast (Candida albicans dan Cryptococcus humicolus) dan dua strain dari filamentous fungi (Aspergillus niger dan Fusarium oxysporum).
clip_image011
Uji aktifitas ini tidak hanya berfungsi untuk menilai senyawa mana yang memiliki aktifitas antijamur yang tinggi yang dinilai dari MIC50 dan MIC90 namun juga memiliki hemolytic activity yang paling rendah. Hemolytic activity merupakan parameter dimana suatu senyawa memiliki kemampuan merusak membran sel eritrosit. Dengan nilai yang semakin kecil maka senyawa akan memiliki afinitas yang sangat kecil terhadap membran sel hewan/manusia sehingga mampu menurunkan efek samping obat golongan ini.
Berdasarkan model ion-channel AmB dimana perpanjangan molekul tetangganya berdampak pada interaksi antara gugus amina dan karboksil, telah dibuktikan bahwa ikatan hidrogen inter- dan intramolekuler memiliki peranan yang kritis terhadap interaksi AmB-Amb dan AmB-sterol. Data menunjukkan bahwa konversi gugus karboksi C16 bebas dari S44HP menjadi amida tidak selalu menurunkan aktivitas antijamur senyawa. Bagaimanapun juga keberadaan gugus polar (OH, NH2, COOH) pada bagian amida sangat penting untuk aktivitasnya. Senyawa-senyawa turunan dengan bulky substituen pada bagian amida (16), bahkan mengandung beberapa gugus hidroksil (12 atau 13) memiliki aktivitas antijamur yang lebih rendah. Ukuran dari substituen sangat berpengaruh, seperti pada produk Amadori rearrangement, senyawa turunan dari disakarida kurang aktif dibandingakan monosakarida (21, 22). Hal yang perlu dicatat bahwa keberadaan gugus polar dan ukuran dari substituen pada gugus karboksil dan amina sangatlah penting dan berpengaruh pada aktivitas antijamur makrolida polien S44HP.
Dari Uji antijamur terhadap Candida Albicans ATCC 10231 yang dibandingkan dengan AmB dan S44HP, dua senyawa yang mempunyai potensi tertinggi adalah senyawa nomer 6 dan senyawa nomer 20. Senyawa nomer 20 mempunyai potensi tertinggi.
clip_image012
Meskipun demikian senyawa 20 memiliki hemolytic activity yang tinggi, sedangkan senyawa 6 memiliki hemolytic activity yang paling rendah daripada senyawa derivate, bahkan berbeda signifikan daripada senyawa AmB dan S44HP. Sehingga senyawa 6 relatif lebih aman daripada senyawa 20. Oleh karena itu senyawa nomer 6 dipilih untuk selanjutnya diuji toksisitas akutnya dan dibandingkan dengan senyawa AmB dan S44HP (Tabel 4).
clip_image013
Dari data tabel 4 meskipun nilai MTD (Minimun tolarated Dose) senyawa S44HP lebih rendah dibandingkan dengan senyawa AmB, namun senyawa S44HP mempunyai jendela terapeutik (MTD/LD50) yang luas. Hal inilah yang menjadi pertimbangan mengapa S44HP digunakan sebagai senyawa penuntun untuk pengembangan makrolida polien baru untuk terapi.
Data toksisitas akut Senyawa 6 yang dibandingkan dengan senyawa AmB dan 1 S44HP menunjukkan bahwa senyawa 6 mempunyai tingkat toksisitas yang rendah daripada AmB dan S44HP (Tabel 4). Obsevasi pada jaringan ginjal menunjukkan hampir tidak ada koloni C.albicans, pada pemberian 1x sehari dosis 5 mg/kg selama 4 hari. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 6 turunan S44HP dapat menjadi senyawa penuntun (lead compound) untuk pengembangan makrolida polien yang aman yang digunakan untuk terapi infeksi jamur sistemik.
Kesimpulan
Telah dibuat senyawa-senyawa hasil rekayasa molekul analog heptena nystatin S44HP dan diuji in vitro untuk mengetahui hubungan struktur dan aktivitas senyawa-senyawa makrolida polien tersebut dan diperoleh senyawa 6 sebagai senyawa yang paling aktif dan paling sedikit sifat hemolisisnya. Pada percobaan in vivo senyawa 6 menegaskan keunggulannya dibandingkan dengan AmB yang selama ini menjadi satu-satunya makrolida polien untuk pengobatan infeksi jamur sistemik. Sehingga senyawa analog ini memberikan harapan sebagai lead compound untuk pengembangan selanjutnya dari obat-obat antijamur yang aman dan efisien sebagai terapi. Penelitian ini juga memberikan implikasi bahwa kombinasi dari rekayasa biosintesis dan modifikasi struktur sebagai pendekatan yang kuat untuk menuntun penemuan obat baru.

0 komentar: